Potensi dan Kekuatan PPTSB
22 Mei 2022 Dilihat: 936x

Sebagai keturunan si Raja Batak generasi kelima setelah Guru Tateabulan, Tuan Sariburaja, dan Raja Lontung, Toga Sinaga telah memiliki keturunan yang tersebar di dalam maupun luar negeri. Diperkirakan bahwa sudah ada ratusan ribu keturunan Toga Sinaga, boru dan berenya yang tersebar di seluruh pelosok negeri dan luar negeri. Besarnya potensi keturunan Toga Sinaga ini khususnya dari sisi sumber daya manusia menjadi keunggulan dan kekuatan (strength) bagi perkumpulan marga Sinaga, boru dan bere. Kekuatan tersebut akan menjadi sebuah modal besar ketida dapat bersatu dan berperan untuk membangun bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa peluang atau kesempatan dalam mencapai puncak keberhasilan yang membutuhkan kesatuan komunitas (punguan) akan dapat terwujud  jika seluruh keturunan Toga Sinaga dapat Bersatu.

Seperti halnya pemilihan kepala daerah dan anggota legislatif di beberapa daerah khususnya Sumatera Utara, peran dan posisi pomparan Toga Sinaga sangat diperhitungkan dan kadangkala menjadi penentu keberhasilan calon tersebut dalam meraih kemenangan. Adanya struktur kepengurusan dan pertemuan rutin dalam bentuk “partangiangan” sampai ke tingkat perkampungan atau sektor dapat meningkatkan ikatan emosional dan sosial antar sesama marga Sinaga, boru dan berenya. Secara budaya, parsadaan Toga Sinaga di tingkat sektor telah menjalankan kebiasaan baik yang saling mendukung dengan filosofi “Tampakna do tajomna, rim ni tahi do gogona”. Artinya adalah kebersamaan yang selalu kompak menunjukkan ketajaman dan kesatuan yang selalu sejalan, satu pikiran, satu ide, dan persepsi akan menghasilkan kekuatan. Hal ini ditunjukkan dari aktifitas yang terlihat sehari-hari dimana saat satu keluarga mengalami musibah atau duka, maka seluruh marga Sinaga lainnya di wilayah tersebut akan turut membantu keluarga yang sedang berduka. Begitu juga saat pesta adat pernikahan, maka semua marga Sinaga, boru dan berenya ikut bergotong royong dalam membantu keluarga yang sedang pesta.


Selain menjadi karakter asli Bangsa Indonesia, sikap bergotong royong juga menjadi sebuah tradisi orang Batak dan sangat kental pelaksanaannya pada keturunan Toga Sinaga. Bahkan sikap gotong royong ini telah diturunkan dalam aturan perkumpulan Toga Sinaga yang dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPTSB. Berangkat dari awal sikap gotong royong yang disebut dengan “marsiadsapari” di kampung asal Toga Sinaga-Samosir, sikap ini terus membumi sampai saat ini dan menjadi landasan kehidupan orang Batak khususnya marga Sinaga.

Salah satu prinsip marsiadsapari yakni “dokdok rap manuhuk, neang rap manea” (berat sama dipikul, ringan sama dijingjing) dapat meringankan beban sesama komunitas baik saat mengerjakan ladang (sawah), mendirikan rumah, saat berduka, dan atau saat bersuka cita (pesta). Dengan diterapkannya prinsip marsiadapari ini semua kalangan dan tingkat kehidupan (miskin atau kaya, orang kuat atau lemah, orang terpandang/ pejabat atau biasa) akan berada pada posisi yang sama dalam meskipun dalam konteks berbeda. Melalui penekanan prinsip di atas, muncullah prinsip dan keyakinan baru bagi masyarakat Batak yang menyatakan bahwa Ketika kita memberikan sesuatu kepada orang lain, maka kita juga akan mendapatkan sesuatu dari orang lain (Sisolisoli do uhum, siadapari do gogo).
Selain peluang dan kekuatan, jumlah yang sangat besar dari keturunan Toga Sinaga akan memunculkan sebuah tantangan dalam hal mengumpulkan, mempersatukan, memberdayakan dan membantu keluarga yang menghadapi masalah khususnya dalam kehidupan sehari-hari.

Keturunan Toga Sinaga telah tersebar hampir di seluruh pelosok tanah air, bahkan di Luar Negeri membuat ikatan antar individu dan keluarga sedikit renggang khususnya Ketika tidak ada komunikasi secara media sosial atau seluler. Kerenggangan dan bahkan putusnya komunikasi dengan beberapa keturunan Toga Sinaga juga bisa terjadi Ketika mereka telah berbaur atau menikah dengan etnis tertentu sehingga secara lambat laun dapat menghilangkan jejak dan komunikasi dengan keluarga di bona pasogit. Tantangan lainnya yang sangat nyata adalah kurangnya keterlibatan semua elemen mulai dari kalangan tua, muda, ibu (perempuan), eksekutif, professional, birokrat, akademik, yudikatif, legislatif, dan pengusaha untuk dalam membangun kesatuan dan mempererat persatuan di dalam internal keturunan Toga Sinaga.

Share:
Copyright @2022 - PPTSB SUMUT I